Rabu, 25 Februari 2009

“Lho, Kok Lu Ada Disini?”

Namanya F, laki-laki muda, cukup mudah bergaul dengan sesama. Selisih setahun dengan ku di SMA. Aku tidak mengenal baik F, hanya sekedar tahu ada orang bernama F, anak SMA angkatan lulus 94.

Setelah lulus 1993, aku kerap bolak balik ke sekolah. Ada undangan memang, dari adik-adik kelasku dalam kelompok Paskibraka. Selain itu kedatanganku juga dalam rangka misi khusus yaitu : cari jodoh!

Adalah N, gadis manis kelahiran Majalengka, merantau ke Bogor untuk melanjutkan sekolah. Gadis ini benar-benar menarik perhatian ku. Sejak pertama bertemu, aku merasa klop, merasa nge-blend, merasa ”masuk” dengan seluruh obrolannya. Aku tipe laki-laki yang tidak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Namun terhadap N, aku langsung punya feeling lain.

Pendekatan lancar, dibantu pihak ketiga –D, teman karib N- seluruh informasi tergali dengan baik. Nomor telepon, alamat rumah, dan info terpenting : belum punya pacar!

Berbekal info itu, aku melangkah tegap, percaya diri, dan penuh keyakinan untuk mendekati N. Aku yakin, gadis semanis ini tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja oleh para laki-laki muda yang mencoba mendekati. Langkah strategik ku waktu itu adalah : segera dekati dan miliki dia!

Mantap aku melangkah ke rumah N –di daerah Utara Bogor- untuk pertama kali mengunjungi gadis ini. Tidak ada bunga, tidak ada coklat, tidak ada kado kecil yang aku bawa. Hanya sebersit keberanian untuk menemuinya di rumahnya, dengan konsekuensi bertemu Bapaknya atau Kakaknya atau siapa pun yang mungkin overacting mencoba melindunginya.

Kuketuk pintu rumah, lama aku tunggu, tak ada satupun orang keluar membukakan pintu, 1 menit, 2 menit, 5 menit, aku terpaku di depan pintu. Menunduk! Cemas!

Seketika aku menengadahkan kepala, aku melihat tombol bel menempel di pinggir sisi kanan pintu.

”Sial! Ternyata ada bel!” meracau aku dalam hati memaki kebodohan ku.

Ku tekan bel dan terdengar bunyi,

”Ting Tong!”

Disusul suara, ”Assalamualaikum!” hasil rekaman digital dari bunyi bel.

Tak lama terdengar kunci pintu diputar. Ini dia keluar orangnya. Bersiap aku sejenak, sedikit membetulkan baju dan menyisir rambut dengan tangan, kulakukan dengan cepat dan sekilas, kuyakin yang muncul adalah N.

Pintu terbuka dan...

Keluar seorang laki-laki muda yang selama ini aku kenal sebagai adik kelas ku, F!

Spontan aku menukas,

”Lho, kok lu disini?”

Ada nada cemburu dalam kalimat itu. Ada nada prasangka.

”Jangan-jangan ini cowoknya N!”

Perasaan ku mendadak tidak karuan,

”Sial! Katanya ga punya pacar!”

”Atau mungkin F lagi pendekatan juga?”

”Tapi, kok, F bercelana pendek? Mana mungkin bertamu dengan celana pendek”

Tatap curiga dan kesal keluar dari aura ku. Sekilas pikiran ku campur aduk, ternyata ada yang mendahuluiku, ternyata ada yang menyusul di tikungan, atau ternyata ada yang mencuri start duluan.

Tapi tunggu dulu!

”Siapa tahu mereka hanya berteman, siapa tahu F adalah teman dari kakak N, atau pacar dari kakak N!”

Pro kontra muncul berkelebatan di otak ku.

Akhirnya semua terjawab,

”Ya iya, gua kan tinggal disini, ini rumah gua!” F menjawab pendek

Eh, tunggu...tunggu....

”Rumah Lu?”

”Lu mau ketemu N? N itu sepupu gua, tinggal disini juga!”

”Oh gitu!”

Terpancar kelegaan di wajahku, hilang ketegangan di urat leher ku, terhempas beban mendekam di hatiku.

Ternyata....

Jodoh memang tidak kemana. Dan sampai saat ini N tetap setia selama hampir 7 tahun mendampingiku, menjadi istriku.



Jakarta, 14 Januari 09