Jumat, 24 April 2009

Keramahan Datang Dari Ketulusan Hati

Pekerjaanku yang menuntut untuk selalu keluar kota, membuat frekuensi naik pesawat menjadi relatif tinggi. Hampir semua maskapai skala nasional pernah aku tumpangi, membuat aku bisa membandingkan pelayanan setiap maskapai. Selain faktor keselamatan, masalah keramahan para kru pesawat menjadi daya tarik tersendiri.

Suatu pagi, saat menaiki pesawat dari Maskapai A dari Jakarta menuju Jogjakarta.

Aku menaiki pesawat dari Maskapai A, aku selalu mendapati keramahan dari para pramugari, pramugara, serta para kru dari maskapai ini. Aku perhatikan mereka adalah para kru senior baik dari sisi pengalaman maupun dari sisi usia. Jika melihat para pramugarinya, mereka terlihat sangat menarik dengan senyum mengembang tatkala menyambut penumpang. Mereka tidak lagi muda, namun tetap terlihat menarik dengan pakaian seragam yang cukup elegan yang mereka kenakan.

Ketika memasuki pesawat, selalu ada sapaan,

“Selamat pagi, Pa, selamat datang.” ramah menyapa seluruh penumpang satu per satu tentunya tidak lepas dengan senyum mengembang yang tulus dari hati.

Ketika menuju kursi duduk pun, sudah siap para pramugari lain yang menyambut dengan perkataan,

“Nomor berapa kursinya, Pa?” tetap dengan keramahannya.

“Oh nomor itu masih di belakang, Pa, silakan, nanti dibantu oleh rekan saya di sana.” Keramahan berlanjut hingga kita duduk.

Belum lagi kesigapan para pramugari itu membantu penumpang menempatkan barang bawaannya di luggage bin di atas kursi penumpang. Jika luggage bin di atasnya sudah penuh, mereka pun sigap mencarikan tempat lain sebagai alternatif menyimpan barang. Kenyamanan pun menjadi nilai tambah bagi maskapai ini bagi para penumpang. Memang agak mahal dibanding maskapai lain, namun faktor keselamatan dan kenyamanan, ternyata tetap menjadi pilihan.

Di hari yang lain, saat menaiki pesawat dari Maskapai B dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Pagi-pagi sekali –jam 5 subuh- aku sudah berada di bandara untuk menuju suatu kota. Kali ini aku menaiki pesawat Maskapai B untuk menuju kota tersebut. Tak ada pilihan lain, hanya maskapai itu yang melayani jalur tersebut..

Jam 5.45 pagi, penumpang sudah dipanggil untuk boarding, alhamdulillah tepat waktu. Namun ternyata ketepatan waktu boarding itu bukan awal yang baik. Saat memasuki pesawat, aku mendapati 2 orang pramugari berdiri di dalam pesawat dekat pintu masuk. Pramugari satu sedang sibuk membenahi rambutnya sambil matanya melihat sebuah catatan –mungkin manifest penumpang- di meja kecil di depannya, pramugari satu lagi berdiri mematung di dekat pintu, dengan maksud menyambut penumpang, namun dengan wajah kaku, cemberut, dan tanpa senyum. Alih-alih mengucapkan selamat pagi, para pramugari itu malah sibuk sendiri atau berdiri mematung tanpa ekspresi. Di dalam pesawat setidaknya ada 2 lagi pramugari, namun setali tiga uang, mereka pun nyaris tanpa senyum.

Peristiwa berikutnya makin mengenaskan, aku melihat seorang bapak yang kerepotan membawa 2 tas, yang satu koper yang satu kresek besar, kesulitan mencari luggage bin yang kosong. Dan yang membuat kaget adalah ketika salah satu pramugari menyuruh bapak itu untuk ke belakang untuk mencari luggage bin kosong, dengan cara yang ketus dan setengah membentak,

“Bapak bawa aja barang-barangnya ke belakang sana, masih ada yang kosong!” ketus dia berkata, tanpa ada upaya mengantar si bapak.

Sebenarnya secara fisik, tidak ada yang salah dengan para pramugari itu. Mereka cantik, muda, dan berpenampilan menarik. Setiap laki-laki pasti tidak akan bosan melihat penampilan mereka. Hanya saja, kecantikan, usia muda, dan penampilan menarik itu menjadi tidak ada artinya ketika mereka tidak bisa menunjukan keramahan setidaknya melalui senyum yang tulus dan sikap yang hangat bagi penumpang.

Jika dibandingkan, Maskapai A dengan Maskapai B, memang orang lebih akan memilih Maskapai A. Kecuali masalah harga tiket yang mahal –harga tiket Maskapai A bisa 2 atau 3 kali lipat Maskapai B- maka penumpang lebih baik memilih Maskapai A. Sebenarnya bagi Maskapai B, tidak akan sulit menjaring penumpang. Justru seharusnya para kru udara bisa menjadi nilai tambah bagi mereka, asalkan mereka menambahkan satu hal yaitu keramahan yang datang dari ketulusan hati.

Menurutku, keramahan dari ketulusan hati, tidak memerlukan biaya besar bagi perusahaan. Dengan harga lebih murah yang ditetapkan Maskapai B saja sudah cukup bagi mereka untuk menampilkan keramahan. Tidak perlu biaya khusus. Tidak perlu menaikkan harga. Karena senyum keramahan yang tulus dari hati merupakan investasi sangat murah bagi Maskapai B sebagai cara untuk menjaring penumpang.

Bogor, 19 April 09