Pertemuan aku dan Harry (atas izin yang bersangkutan, nama asli dicantumkan) berawal ketika masa perkenalan kuliah di Sekolah Tinggi Manajemen PPM di kawasan Menteng. Kami duduk berdekatan, tanpa disengaja.
“Harry” ujarnya
“Dindin” ucapku
Jabat tangan erat, dan itulah awal persahabatan. Sebenarnya, hampir seluruh kelas merupakan teman dekat. Namun jika diperhatikan, memang terbentuk kelompok-kelompok kecil yang memang sengaja dibentuk sebagai bagian dari tugas kuliah. Aku dan Harry memang selalu berada dalam satu kelompok bersama-sama dengan Fajar, Andi, Didi, Mas Don, dan terkadang Moses ikut bergabung.
Namun memang ada keistimewaan jika melihat aku dan Harry. Orang bilang kami berdua mirip baik secara fisik maupun secara kelakuan. Ada perbedaan mendasar, yaitu ada tahi lalat cukup menyolok di pipi kanan Harry, mirip tahi lalat Rano Karno, hanya saja Rano Karno di dagu. Kabarnya tahi lalat itu bisa berpindah-pindah sesuai keinginan Harry. Sementara itu soal kegantengan memang harus diakui bahwa lebih ganteng…Harry.
Kami memang sama-sama berasal dari Sunda, cara bicara kami yang “nyunda” pun dikatakan mirip. Secara kebetulan memang kemana-mana kami selalu bersama. Satu kelompok belajar, ke kantin, ke perpustakaan, duduk bersebelahan, shalat bersama, yang tidak hanya ke toilet bersama dan pulang ke rumah yang berbeda.
Seringkali sampai larut malam bahkan dinihari, ketika kami mengerjakan tugas kelompok, kami pun selalu bersama.
Suatu sore, pasca seharian kuliah, pasca pengetatan dasi yang mencekik dan pasca kerapian pura-pura di dalam kelas.
Seperti biasa kami –sebagian anggota kelas- nongkrong di ujung lapangan parkir kampus. Di situ berjajar penjual ketoprak, mie ayam, somay, gorengan dan berbagai makanan sektor informal lainnya. Di tempat itu menjadi ajang ngobrol, curhat, tertawa bebas, dan tentunya isi perut setelah seharian kuliah. Dasi dilonggarkan, bahkan dicopot, baju dilepas keluar, tanpa beban. Soal tugas besok? Pikirkan nanti!
Aku memilih memesan ketoprak, makanan khas Betawi, campuran toge, bihun, tahu, lontong yang diguyur bumbu kacang. Tanpa bermaksud untuk sama, ternyata Harry pun memesan ketoprak.
“Bang, ketoprak nya satu!” pesanku
“Dua, Bang!” tambah Harry
“Tapi ga pake bawang goreng!” ujarnya.
Menunggu kami di bangku panjang khas penjual ketoprak, di bangku itu kami hanya berdua, teman-teman yang lain bertebaran di sekitar. Ngobrol ngalor ngidul menghilangkan kepenatan kuliah seharian penuh dan menikmati udara pengap sore hari d Jakarta.
“Ini ketopraknya” ujar si Abang Penjual Ketoprak.
“Oh ya!” serempak kami menerima ketoprak itu
“Lho, kok, gua pake bawang goreng!”protes Harry
“Oh, maaf, maaf, saya lupa, saya ganti, ya!” ramah si Abang Penjual Ketoprak
“Udah..udah , bawangnya buat gua!” ujar ku
“Ok deh, ga apa-apa, Bang, Makasih, ya” ujar Harry ke si Abang Penjual Ketoprak
Dimulailah transfer bawang goreng dari piring ketoprak Harry ke piring ku. Cara transfer nya adalah meletakkan dua piring kami di bangku panjang saling bersebelahan, aku ambil satu per satu bawang goreng di piring ketoprak Harry, dan kepala kami saling menunduk memperhatikan proses transfer bawang goreng tadi.
Tiba-tiba,
“Ya ampuuunnnn, kalian ini benar-benar seperti anak kembar! Makan aja sepiring berdua!” salah satu teman ternyata memperhatikan tingkah laku kami.
“Iya, dari jauh keliatan bener-bener anak kembar. Kembar siam dempet kepala!” teman kami yang lain ikut berkomentar.
Ternyata tanpa sadar tingkah laku kami memang diperhatikan. Kami memang menjadi tertawa sendiri, proses transfer bawang goreng itu memang menjadi unik, menjadi tonggak bersejarah kami dimana kami disebut kembar siam dempet kepala. Karena dari jauh kami terlihat seperti sedang makan sepiring berdua, yang saling menunduk dan menempel kepalanya, benar-benar mirip sepasang anak kembar siam dempet kepala.
Saat ini, kami berdua memang jarang bertemu, namun komunikasi via telepon, email atau facebook tetap intens dilakukan. Biasanya kami memang bertemu, setidaknya setahun sekali. Pertemuan kami, tidak hanya sebagai seorang sahabat, tapi juga pertemuan dua keluarga besar dari kami masing-masing. Alhamdulillah, meski kembar siam dempet kepala itu sudah dipisahkan, namun kekeluargaan tetap berlanjut hingga sekarang.
Bogor, 7 Maret 09 – Untuk Seorang Sahabat, Harry Septarama
suzaridian.blogspot.com
Selasa, 17 Maret 2009
Langganan:
Postingan (Atom)