Selasa, 10 Maret 2009

Hukuman Bagi Atlet Pingpong Dadakan di Kelas

Kelas 2 Phy3 SMAN1 Bogor, sedang marak-maraknya permainan pingpong. Permainan pingpong itu dilakukan di dalam kelas, tidak menggunakan meja, net, atau bet pingpong biasa, tapi permainan pingpong dadakan yang dirancang khusus di kelas. Meja pingpong dirancang dari dua buah meja kelas yang dibariskan merata, net nya diambil dari penggaris kayu di kelas yang diletakkan melintang di tengah meja, sementara bet nya adalah bet alami yang melekat di tubuh yaitu telapak tangan. Satu-satunya unsur pingpong asli hanyalah bola pingpong yang telah disiapkan oleh beberapa teman maniak olahraga ini.

Adalah Ican (atas izin orang yang bersangkutan, nama jelas dituliskan disini) yang menjadi maniak olahraga ini. Di setiap kesempatan, Ican selalu memainkannya. Saat istirahat, saat pelajaran kosong, bahkan jika perlu saat pelajaran berlangsung bola pingpong pun dimainkannya. Jika tidak ada teman yang diajak bermain pingpong, Ican pun menyusun meja menghadap dan merapat tembok, dan tetap bermain pingpong melawan tembok, istilah yang digunakannya adalah,

“Gua lagi maen shadow pingpong!” ujarnya

Suatu hari, saat pelajaran Kimia di laboratorium Mantarena.

Lazimnya pelajaran di laboratorium baik Kimia maupun Biologi, kami menggunakan ruang laboratorium di Mantarena, tempat SMAN 2 belajar. Tempat itu cukup jauh ditempuh dengan berjalan kaki, sekitar 2 km. Jika pun naik angkot, sangat tidak layak, karena akan ditempuh dengan jalan yang macet dan lamban.

Kami biasa berjalan berbondong-bondong menuju lab, bersama, tertawa.

Sesampai di lab, ruangan masih sangat kosong, tidak ada siapapun di sana, hanya ada kami sekitar 6 orang yang lebih dulu tiba. Segera kami ambil tempat, tentunya paling belakang, dan langsung mengenakan jas lab. Jas lab tentunya anda tahu, sejenis jas panjang terusan sampai ke betis, berwarna putih, dengan dua kantung di kiri dan kanan jas. Meski jas itu berkancing, tapi tidak pernah kami mengancingkan jas tersebut, kami biarkan saja jas itu terbuka melambai ditiup angin.

Cukup lama kami menunggu, bosan. Pak Y, guru kimia, pun belum tiba. Bukan karena terlambat, tapi memang karena kami datang terlalu pagi. Demi membunuh kebosanan, Ican mulai beraksi. Bermodal bola pingpong dikantungnya, dia segera menarik satu meja lab paling depan ke tengah kelas. Meja lab itu memang berbeda dengan meja biasa di kelas, meja lab itu memanjang 2 kali lipat meja kelas biasa, sehingga setiap meja bisa dihuni oleh 4 siswa sekaligus.

Ican menarik meja itu ke tengah. Tanpa aba-aba dan perintah, beberapa rekan ikut membantu menggeser. Semua paham.

“It’s pingpong time!” tersenyum semua yang hadir.

Setting meja pingpong telah siap, penggaris panjang telah berubah fungsi menjadi net. Ican mencari lawan.

“Siapa yang mau lawan gua!” tantang Ican.

“Yup, sini lawan gua!” salah seorang teman menerima tantangan Ican.

Bermainlah mereka berdua. Seru. Diselingi teriakan jika salah satu berhasil mematikan langkah lawannya. Kami menyaksikan pertandingan itu dari tempat kami duduk. Beberapa siswa mulai berdatangan, mengambil tempat duduk masing-masing. Teman-teman putri yang biasa duduk paling depan terpaksa menunda duduknya, karena meja terdepan telah disulap menjadi arena pingpong.

Tak sadar, waktu belajar semakin dekat, pertandingan pingpong semakin seru, kelas semakin ramai. Hingga tanpa disadari Ican –yang memang membelakangi pintu kelas- Pak Y masuk. Sontak semua siswa kembali duduk, demikian juga lawan pingpong Ican.

“Hei, kok udahan! Ayo main lagi!” alih-alih berhenti bermain dan duduk, Ican malah berteriak menantang lawan.

“Ada apa ini!” menggelegar suara Pak Y, marah.

Sontak Ican kaget dan sepintas terlihat wajahnya memucat. Kelas terdiam. Perlahan Ican mundur dan menggeser meja lab dan mengembalikannya ke tempat semula.

“Ini laboratorium, bukan arena pingpong!” bentak Pak Y.

Pak Y adalah guru yang ramah dan baik hati, sangat jarang kami melihatnya marah. Malah mungkin baru kali ini kami melihat beliau marah. Ican tertunduk lesu, bulir keringat menetes di dahinya. Sekilas Ican melirik ke arah kami, minta bantuan mungkin. Kami terdiam, tak bisa membantu, dalam hati kami berkata,

“Sori Can, lu tanggung sendiri aja, ya, jangan bawa-bawa kita!”

Prinsip kami adalah, ketika teman senang kami ikut senang, namun ketika teman sedih, kami pun ikut…senang!

“Maju sini!” bentak Pak Y

Perlahan Ican maju ke tengah kelas.

“Kamu scout jump 20 kali, menghadap tembok! Cepat!” perintah Pak Y.

Scout jump adalah semacam bentuk olahraga dengan cara dua tangan dikaitkan di belakang kepala, kemudian meloncat jongkok berdiri. Scout jump sebenarnya dilakukan dalam konteks olahraga, namun ini pastinya konteks dihukum.

Dimulailah hukuman scout jump itu. Meloncat-loncat dengan tangan dikaitkan di belakang kepala dan menghadap tembok. Kami cekikikan di belakang. Bukan karena hukuman bagi Ican, tapi karena Ican mengenakan jas lab ketika scout jump. Meloncat naik turun, melambai-lambaikan jas labnya. Dari belakang, jika melihat Ican scout jump, mirip sekali jika kita melihat Batman sedang dihukum scout jump. Melambai-lambai sayapnya…


Balikpapan 5 Maret 09 – dipersembahkan untuk seorang sahabat, Ican.