Selasa, 03 Maret 2009

Serius Amat Bercandanya (Bagian 2 dari 2 tulisan)

, Kejahilan berupa “penghilangan” barang memang mewabah di setiap kelas. Semua kelas mengalami peristiwa ini. Bahkan “penghilangan” barang terjadi antar kelas, barang di kelas yang satu bisa disembunyikan di kelas yang lain. Bahkan “penghilangan” bisa lebih kreatif karena menyangkut barang-barang lintas kelas yang ditempatkan di tempat parkir seperti motor.

Cerita ini merupakan cerita C, pelaku dan saksi mata langsung kejadian ini, disampaikan secara lisan, dan aku mencoba menuliskannya. Begini ceritanya.

Adalah E, teman kelas sebelah, kelas Phy 4. Jam 12 siang, E tiba di sekolah mengendarai motor barunya. Ya motor baru jenis bebek –lupa aku tipenya- masih kinclong dan berplat nomor masih gress.

“Woi baru nih!” hampir serempak segelintir anak-anak Phy3 yang sedang nongkrong di koridor kelas menyambut kedatangan E.

“Ah, punya bokap gua!” senyum simpul penuh kebanggaan terpancar dari wajah E.

Tertawa semua orang, namun tak disangka oleh siapa pun bahwa akan ada ide gila yang menyebabkan peristiwa terheboh di sore harinya.

Sekitar jam 15.00, kelas Phy3 tak ada guru pengajar, sehingga spontan –meski ketua kelas memutuskan dengan takut-takut- kelas dibubarkan. Kondisi hujan lebat di luar, membuat semua orang mati gaya.

“Percuma nih, hujan, ga bisa ngapa-ngapain!” begitu kira-kira di pikiran kami.

Namun kondisi itu menjadi satu ide brilian yang jahat.

“Eh, kita umpetin motor si E yuk!” C yang pencetus ide brilian sekaligus jahat itu.

Semua saling pandang. Ide “penghilangan” motor bukan ide sembarangan, agak sulit direalisasikan sekaligus menantang. Namun semua sepakat untuk merealisasikannya. Dimulailah aksi itu, motor E digeser perlahan-lahan. Namun benar-benar tak mudah. Tidak mudah menggeser motor yang diparkir dalam keadaan terkunci, salut untuk para pencuri motor yang dengan mudah menghilangkan motor orang!

“Kita gotong aja ini motor!” C memberi ide

“Yuk!” semua sepakat akan ide itu, sehingga terlihatlah 5 pemuda putih abu-abu menggotong motor E secara perlahan dan memasukkannya ke kelas Phy3 yang sudah kosong. Kelas ditutup dengan sempurna, sehingga selain ke 5 orang ini, tak ada yang tahu motor itu dibawa kemana. Suasana di sekolah pun sepi, karena kelas-kelas belum bubar, hanya 5 gelintir pemuda itu saja. Anak-anak Phy3 yang lain sudah bubar entah kemana.

“Teeeetttttt….!” Bunyi bel sekolah membahana tepat jam 5 sore. Bunyi yang sangat tidak nyaman untuk didengar sekaligus membahagiakan. Kelima pemuda tadi masih setia menunggu di koridor kelas, tidak lain hanya untuk menyaksikan reaksi E ketika menyadari hilangnya motor baru itu.

E keluar kelas Phy4, tanpa ada rasa curiga, tetap tertawa dan dengan gagah menuju tempat parker motor, dan,

“Lho motor gua mana!” kaget terpancar dari wajah E

Kaget para siswa yang sedang lewat, panik, heboh, kasak-kusuk. Kelima pemuda ini masih nongkrong dan melihat dari jauh, pura-pura bersikap biasa. Beberapa saat kehebohan berlangsung, kelima pemuda ini menghampiri.

“Ada apa, E!” C mulai bersandiwara dengan wajah lempengnya.

“Coba cari ke depan!”

“Tadi dikunci ga?”

Berbagai pertanyaan “ga penting” dilontarkan kelima pemuda ini. Tak lama muncul Pa Bahrum, yang menerima laporan dari salah satu siswa mengenai hilangnya motor E.

Deg! Berdegup jantung C melihat kedatangan Pa Bahrum,

“Kok jadi ada Pa Bahrum?” begitu kira-kira kekhawatiran hati C.

“Gawat, nih!” keempat pemuda lain pun ikut tercekat.

Banyak murid dikerahkan Pa Bahrum mencari motor E, dicari ke depan Musholla, ke koridor pinggir, ke Gang Selot, ke parkiran mobil. Tak satupun berhasil menemukan. Jelas tidak akan ketemu, karena tidak ada satupun menyangka motor itu ada di dalam kelas! E sudah tidak karuan, mukanya merah padam, dan dilanjutkan dengan tangis yang pecah dan meledak. Jelas E khawatir, karena motor baru bapak nya “dihilangkan” olehnya.

Ditengah kekhawatiran kelima pemuda ini, memang ada 1 orang yang mencoba menetralisir dengan memberikan petunjuk keberadaan motor. Mungkin keberadaan Pa Bahrum membuat orang ini cukup gentar.

“Gua rasa ada yang jail, E, coba lu cari di kelas, siapa tahu diumpetin di sana.” sok bijak pemuda ini bertutur.

E pun tersadar. Dia benar-benar baru “ngeh” jika diantara seluruh kelas, ada satu ruang kelas yang tertutup rapat yaitu Phy3. Berlari E menghampiri kelas Phy3, dibuka pintunya dan,

“Hah, ini motor gua! Siapa yang taruh sini!”teriak E memecah kekhawatiran orang. Semua lega, semua cekikikan. Tawa muncul membahana, bukan hanya karena motor itu ditemukan, tapi tawa karena kelucuan-kelucuan dalam proses “penghilangan” itu. Banyak yang kagum karena kenekatan itu, banyak yang marah karena bikin susah, banyak dan banyak juga yang maklum karena merasa itu hal biasa, toh sering juga “penghilangan” terjadi.

“Siapa yang taruh motor ini disini!” galak Pa Bahrum bertanya.

Dengan takut, C menjawab ragu,

“Saya, Pa.”

“Kamu ikut saya ke kantor, siapa lagi!” Pa Bahrum tahu persis tidak mungkin motor sebesar itu digeser sendirian masuk kelas.

“Saya, Pa” serempak keempat pemuda lain tunjuk tangan.

Digiringlah kelima pemuda itu ke kantor guru, diceramahi, dinasihati, dan tentunya dibentak. Kelima pemuda itu memang minta maaf pada E, namun sampai beberapa hari berikutnya E memang mengalami trauma. Agak waspada jika membawa motor.

Sementara kelima pemuda ini, tetap jahil, tetap konyol, dan tetap mencari mangsa “penghilangan” lain yang tentunya bobotnya lebih ringan. Bisa dikatakan proses “penghilangan” motor sampai sekarang menjadi semacam masterpiece mereka, layaknya David Copperfield yang berhasil menghilangkan Tugu Monas.

Bogor, 1 Maret 09