Minggu, 01 Maret 2009

Serius Amat Bercandanya (bagian 1 dari 2 tulisan)

Bercanda masa SMA sudah biasa. Disinilah gudang konyol, gudang canda, dan gudang iseng tempat tawa meledak, gelak tercipta, tangis terharu, juga marah membuncah. Semua sudah biasa dilakukan. Berbagai ide jahil berkecamuk di otak para pemuda berseragam putih abu-abu ini.

Salah satu kebiasaan jahil di kelas saat itu adalah beberapa orang sepakat menyembunyikan barang milik teman yang lain. Bisa tas, sepatu, buku, apapun. Tempat disembunyikan pun tidak hanya di lingkungan kelas, bisa saja dsembunyikan ke kelas sebelah, ke kantin, ke semak-semak di lorong pinggir kelas, kemana saja, selama itu tersembunyi dan tak mudah ditemukan. Cara menyembunyikan sangat sederhana, biasanya ada satu orang pemicu, dia yang memiliki ide menyembunyikan, akan mengambil secara diam-diam barang salah satu teman, kemudian menggesernya perlahan ke teman sebelah, teman sebelah pun –meski tidak dikoordinasi dulu- sudah paham bahwa ini saatnya “hide and seek game”. Terus berestafet sampai ke orang terakhir yang berkewajiban menyembunyikan ke suatu tempat.

Korban “penghilangan” tidak orang tertentu saja, bisa siapa saja, bisa jadi orang yang jadi penginisiator “penghilangan”, suatu saat akan jadi korban. Makanya ketika di kelas ketika kita konsentrasi memperhatikan didikan dari guru, kita pun harus tetap berkonsentrasi dengan barang-barang yang kita miliki.

Terkadang, barang yang dihilangkan akan tergantung dari kebiasaan orang itu, misal si S, yang sering melepas sepatu di kelas dan duduk bersila di kursi kelas, maka dia akan paling sering kehilangan sepatu. Atau si C yang selalu bawa motor ke sekolah dan menaruh kunci motornya sembarangan di meja, maka hampir pasti kunci motor itu lah korban berikutnya, Atau T, yang selalu mengenakan jaket trendi baik panas maupun dingin, dan menggantungkannya di sandaran kursi, pasti menjadi salah satu korban “penghilangan” juga.

Suatu hari yang panas, di saat kelas 2 dan masuk siang.

Az –seorang pemuda mungil berkulit legam nan jenius- selalu punya kebiasaan menggantungkan tas nya di sandaran kursi. Tas itu relatif unik, karena hanya berupa tas berbahan kain terpal, dibawa dengan cara disangkutkan ke bahu menyilang dari bahu kiri ke pinggang kanan. Kalau dari jauh, mirip ibu-ibu yang akan pergi kondangan dan mengenakan selendang. Tas itu hanya berisi secukupnya, tidak ada buku berlebihan, tidak ada tempat pensil lengkap, tidak ada alat tulis lain, cukup buku yang digunakan hanya untuk hari itu dan satu buah pulpen. Cukup.

Meskipun demikian dengan pembawaan yang sederhana, Az menjadi siswa yang luar biasa cerdas, salah satu jenius Fisika, dan menjadi tempat bertanya.

Hari itu, Az menjadi korban “penghilangan” tas tersebut. Entah siapa yang punya ide jahil. Aku sudah menjadi pihak ke sekian yang menerima tas si Az. Spontan aku ikut terlibat, ikut celingak celinguk untuk mencari orang yang diestafetkan. Kuestafetkan ke rekan sebelah, terus berjalan, sampai akhirnya orang yang terakhir pun bingung.

“Mau dikemanain lagi, nih!” berbisik orang terakhir pemegang tas itu bingung.

Kami di barisan belakang kasak kusuk tak karuan. Mau disembunyikan dimana, lagi?

Akhirnya seorang teman –C- punya ide brillian

“Sini..sini..” bisik C.

Ditaruhnya tas itu di kolong meja.

“Lho, kok kolong meja!” semua pandangan protes kepada C,

“Jangan yang gampang ketemu!” spontan semua melotot kea rah C

Namun ide itu benar-benar brilian, C mengambil tas teman yang lain, milik An. Tas An berukuran besar, berupa tas ransel gendong di punggung layaknya sang pendaki gunung. Sangat cocok dengan profil An yang berbadan tinggi besar, gemuk, dan berpembawaan tenang cenderung pendiam.

Tanpa sepengetahuan An, C mengambil tasnya dan memasukkan tas Az ke tas ransel An.

“Jenius! Brilian! Kreatif!” cekikikan kami di belakang. Benar-benar ide fantastis yang belum ada sebelumnya. Menyembunyikan tas Az ke dalam tas An, tanpa sedikitpun diketahui oleh keduanya.

Pelajaran berlalu seperti biasa seolah tanpa ada peristiwa apapun. Yang jelas Az panik mendapati tasnya sudah raib. An pun ikut tertawa melihat kepanikan Az, namun tertawa biasa tanpa sadar bahwa tas Az ada didalam tasnya. Bahkan di tengah kepasrahan, Az mulai malas mencari tasnya. Uniknya mereka bertiga, Az, An, dan C, pulang bersama satu angkot karena jurusan pulang mereka yang berdekatan. Jadi orang yang kehilangan tas, yang menghilangkan tas dan yang tak sadar menyimpan tas Az, berjalan bersama beriringan.

Keesokannya memang terjadi kericuhan, An kaget mendapati tasnya ada tas Az, Az marah ke An karena mengira tas itu disembunyikan An, sementara C, cukup mesem-mesem tanpa rasa bersalah. Bisa dibayangkan, Az yang kecil berseteru mulut dengan An yang tinggi, gemuk dan besar. Layaknya Asterix sedang memarahi Obelix.

Benar-benar unik, benar-benar bercanda yang serius.


Bogor, 28 Februari 09