Sabtu, 25 April 2009

Emansipasi Di Gerbong KRL

Hari Jumat itu betul-betul sengsara bagiku. Kuliah dari jam 8.00 sampai jam 17.00 dibarengi dengan flu berat yang aku alami, ditambah dengan sedikit demam, hidung mampet, kepala pusing, dan yang pasti ngantuk berat karena obat flu yang aku telan.

Jam 17.00 kuliah berakhir. Tanpa basa basi aku langsung kabur. Aku ingin pulang. Sebenarnya bisa saja aku kembali ke tempat kost dan beristirahat di sana, tidur sepuasnya. Namun entah kenapa, aku ingin pulang, ingin tidur di kasur empuk rumah, ingin makan masakan Ibu, dan –untuk menghilangkan flu- minta dikeroki Ibu.

Biasanya jika dalam keadaan sehat, aku ke Stasiun Gondangdia untuk menumpang KRL kelas ekonomi. Namun saat itu aku ingin tidur, ingin istirahat sejenak, suatu hal yang tak mungkin aku lakukan di KRL kelas ekonomi pada jam sibuk itu. Maka dari itu aku bersegera ke Stasiun Gambir untuk menumpang Kereta Pakuan, kelas bisnis, agak mahal memang, tapi tak mengapa, yang penting bisa tidur.

Di Gambir, ngantri tiket, menunggu Kereta Pakuan. Tidak lama Kereta Pakuan datang. Untuk masuk gerbong ternyata agak berdesakan. Harapan untuk bisa duduk dan tidur sepertinya mulai menipis. Namun perjuangan ku yang ngotot dan merangsek masuk gerbong, ternyata berbuah hasil. Aku langsung menemukan kursi kosong. Kursi satu-satunya yang kosong di gerbong itu. Aku langsung duduk dan mengambil posisi tidur.

Ternyata memang Kereta Pakuan itu menjadi penuh. Selain karena penumpang dari Stasiun Kota, juga karena membludaknya penumpang dari Stasiun Gambir. Banyak penumpang terpaksa berdiri, sebagian menggelar koran sebagai alas duduk di lantai gerbong. Posisi kursi di Kereta Pakuan Kelas Bisnis berbeda dengan KRL Kelas Ekonomi. JIka posisi kursi KRL Kelas Ekonomi, memanjang dari ujung gerbong satu ke ujung gerbong lainnya, sehingga posisi duduk penumpang berada pada masing-masing sisi gerbong, sementara itu Kereta Pakuan posisi kursinya menghadap ke depan, dengan jok empuk dan setiap kursi dihuni oleh 2 orang penumpang, mirip kursi di kereta mewah Argo jurusan Bandung, Jogja, atau Surabaya. Posisi duduk ku berada di sisi lorong, sehingga para penumpang yang berdiri akan bersender di kursiku dengan memandang iri kepada para penumpang yang duduk termasuk aku.

Secara kebetulan, para penumpang yang bersandar dan berdiri dekat kursi dudukku adalah para pekerja perempuan muda. Mereka saling berbicara dan becanda dengan keras di sisiku. Aku berusaha tidak peduli dan melanjutkan tidur. Namun suara canda mereka semakin keras, semakin mengganggu. Yang membuat aku sangat terganggu adalah ketika mereka berbicara,

“Nih cowok egois banget sih, malah tidur, bukannya ngasih tempat buat cewek!” ketus mereka berbicara antar sesama.

Aku membuka mata, aku yakin yang dimaksud mereka adalah aku. Aku lihat mereka satu persatu. Mereka balas menatap, mungkin mereka menyangka aku akan bereaksi dengan memberikan tempat bagi mereka. Tapi, maaf ya, tidak ada tempat untuk kalian. Aku lelah, aku flu, aku ingin tidur! Aku lanjutkan tidurku, semakin lelap semakin tak peduli.

“Maaf, aku tak bisa memberikan tempat ku untuk kalian!” demikian batinku sebelum tidur.

“Kalian adalah perempuan-perempuan muda yang sehat tak kurang suatu apa. Kalian yang berteriak emansipasi demi kesetaraan derajat dengan laki-laki, namun mengapa kalian ingin diistimewakan ketika kalian tidak memperoleh duduk di kereta?”

Mungkin itu yang berkecamuk di pikiran ku saat itu. Mohon maaf bagi para kaum feminis, bagi para kaum perempuan, mohon maaf sekali atas sikap ku itu. Mungkin lain soal jika aku sedang dalam kondisi sehat, lain soal jika yang berdiri itu adalah perempuan hamil, lain soal jika yang berdiri itu laki-laki atau perempuan jompo, atau lain soal jika yang berdiri itu seseorang dengan kondisi khusus yang butuh kursi untuk duduk. Tapi aku melihat dengan jelas bahwa para perempuan itu dalam keadaan tidak kurang suatu apa.

Sepanjang perjalanan 45 menit Stasiun Gambir ke Bogor memang cukup lumayan untuk menikmati tidur di saat flu seperti itu. Setiba di Bogor, aku tidak langsung turun. Aku biarkan seluruh penumpang di gerbong untuk turun lebih dulu. Para perempuan yang bersender di kursi ku pun turun terlebih dulu. Sebelum turun kami saling menatap. Tatapan mereka sepertinya penuh kebencian. Seolah-olah ingin berkata keras padaku,

“Huh! Dasar cowok egois!”

Bogor, 19 April 2009

2 komentar:

  1. Menurut stiker yg menempel di dinding gerbong KA, yang perlu didahulukan mendapat tempat duduk di gerbong KA adalah:

    1. Orang hamil
    2. Orang Jompo
    3. Orang Cacat
    4. Orang membawa anak kecil

    Lepas dari itu, dianggap sama saja. Orang sakit juga boleh diksh tmpt duduk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini kan cerita tahun 2009 belum ada stiker kayak gitu kali

      Hapus